Langsung ke konten utama

Nasehat Dari Alam Untuk Diri Sendiri

Seperti biasa masa libur dan cuti sudah selesai. Dan keadaan memaksa saya untuk kembali ke habitat pekerjaan di luar daerah. Tepatnya di Banyuwangi jadi saya putuskan naik kereta saja dari gombong, karena kebetulan mulai bulan september 2018 launching kereta Wijaya Kusuma Cilacap-Banyuwangi.
Sebenarnya ada rasa berat meninggalkan si kecil Jihan yang baru genap usia dua minggu, tapi karena sebagai suami harus bekerja untuk saat ini demi keluarga kecil mau gimana lagi.
Berangkat dari rumah diantar kakak ipar, tentunya tidak lupa sebelumnya cium kening pipi kanan kiri Jihan dan istriku.
Sampai di stasiun Gombong masih ada waktu menunggu kereta datang sambil merokok sampurna mild, yah begitulah saya, janji untuk tidak merokok tapi tetap di ingkari, salah satu bukti bahwa saya belum bisa move on dan belum bisa meretas pikiran untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang menguras sedikit demi sedikit uang.
Perjalanan dengan kereta dari gombong ke banyuwangi di tempuh lima belas jam, mungkin akan lebih melelahkan jika menggunakan bus yang harus pindah bus beberapa kali, lain jika menggunakan kereta saya bisa istirahat dengan tenang karena kereta saat ini aman dengan penjagaan yang ketat.
Malam berlalu dan pagi sudah di daerah banyuwangi walaupun belum sampai stasiun tujuan tentunya.
Begitu indah ciptaan Alloh yang Maha Luas pemandangan terlihat dari jendela kaca kereta, seakan tidak menyadari sebelumnya dikarenakan terlalu fokus ke gadget dan internet. Padahal di sekeliling ada matahari terbit di hiasi oleh pegunungan dan tanaman hijau terlihat jelas di jendela kaca.
Saya sesekali mengambil video dan foto walaupun kurang jelas karna kondisi kereta melaju lumayan cepat.

Saya suka menikmati pemandangan hijau pedesaan yang saya yakin jika dimalam hari akan sepi tanpa bising kendaraan, sangat nikmat sekali sepertinya jika hidup di desa yang masih kental dengan pepohonan dan sawah apalagi sungai masih jernih seperti air mineral yang dijual di warung warung.
Jam tujuh tepat sudah sampai di banyuwangi, lega rasanya bisa sampai tujuan dengan aman selamat.
Kebetulan kapal sandar di dermaga sekitar jam sembilan jadi niat awal saya putuskan ke kos teman dulu baru ke kapal, rencana mau istirahat sejenak tapi ternyata kunci kos di bawa ke kapal jadi batal sudah rencana rehat di kos.
Ya sudah saya melangkah ke arah pelabuhan, setelah menyebrangi jalan raya karena perut terasa mules mending ke indomaret saja numpang toilet.
Tapi belum sampai masuk ke indomaret rasanya ingin duduk rehat dulu di kursi depan indomaret.
Tidak lupa buka bungkus rokok dan mulai menikmati udara pagi yang di campur dengan nikotin dan zat kimia lainya agak sedikit membuat kepala berhayal.
Saya memang tidak suka kenal dengan orang di sekeliling, jadi terlihat cuek dan tidak peduli dengan orang baru, tidak seperti orang kebanyakan yang mungkin akan mudah kenalan dengan orang lain.
Baru saja menyalakan rokok dan menghisap beberapa kali ada orang dengan pawakan agak gemuk sekitar umur kepala enam yang duduk di bangku sebelah bertanya.
“Masnya mau ke bali yah?”
Saya jawab dengan singkat
“Tidak pak”
“Oh saya kira mau ke bali liburan atau apa” jawab bapak itu.
Lalu kami berdiam sebentar, dan entah kenapa saya balik nanya ke bapak itu
“Bapaknya mau ke bali?”
Saya melihat dia memakai topi dan membawa tas gendong merek palazzo yang agak kecil diletakan di lantai depan kaki, karna pawakan seperti orang cina sipit dan putih maka dalam hati saya mengira ini orang kaya dan mau liburan mungkin.
Tapi anggapan itu semua sirna ketika dia menjawab panjang lebar kisahnya dengan dipenuhi air mata.
“Saya habis dari rumah anak saya di bali, dia nikah sama orang bali dan saya kesana malahan saya seperti sudah tidak dianggap”
Belau pak nur cerita tentang keluarganya, dari mulai istrinya meninggal karena kanker sehingga menguras semua harta yang dimilikinya untuk berobat berharap sembuh tapi ternyata Tuhan berkata lain akhirnya meninggal mungkin sekitar taun sembilanpuluhan.
“Dulu saya kaya, saya punya depot makanan saya punya mobil saya punya rumah semua orang menghormati saya,sekarang saya sudah tidak punya apa-apa, saya mencoba bekerja sana sini buat cari makan saja, tapi bahkan anak saya pun seperti tidak menganggap saya”
Saya terdiam karena bingung juga harus bagaimana, mendengar orang berumur curhat yang saya menganggap itu adalah urusan pribadinya sehingga saya merasa hanyut dalam urusanya.
Saya juga bingung mau komentar apa jadi saya diam saja mendengarkan dan cuma bisa geleng kepala kanan kiri karena heran.
“Saya habis ditipu sama orang mas, dia bilang mau modalin saya buat jualan nasi goreng, dia orang malang saya ketemu dimalang rencana mau buka warung nasi goreng di banyuwangi, jadi dia yang modalin tempat dan peralatan malahan saya di tinggal di terminal dan sekarang gak tau dimana itu orang”
Awalnya saya mengira beliau ditipu uangnya tapi ternyata beliau ketipu mau diajak kerja sama tapi batal sepihak dan mengilang begitu saja.
Bahkan Pak Nur ini tidak punya uang lagi untuk pulang ke surabaya ke tempat saudaranya. Beliau hanya sudah beli tiket kereta untuk ke jember dan masih bingung mau gimana setelah dari jember ke surabaya.
“Saya sudah sms ke anak saya yang di makasar dia ikut suaminya di makasar, saya hanya minta uang saja untuk ongkos ke surabaya tapi malah dia balas sms begini, bapak ngapain lantang lantung gak jelas ngemis sana sini sudah saya bilang ke pantai jompo saja”
Saya melihat air mata hampir memenuhi mata beliau sambil menceritakan balasan sms dari anak perempuanya, padahal hanya minta beberapa uang ke anak kandungnya dan jawabanya seperti itu saya juga merasakan kekesalan di hati pak nur.
“Saya sudah putus asa mas, rasanya sudah puas hidup seperti ini terkadang rasanya ingin beli pestisida di campur ke kopi biar selesesai sudah penderitaan”
Saya tetap diam menjadi pendengar dan tetap masih dalam kondisi otak kebingungan mau berkata apa rasanya otak ini benar-benar blank.
“Sebelumnya saya kerja di rumah makan daerah malang, karena hoby dan profesi saya memang di memasak, lha ini rencana saya mau ke surabaya ke tempat adik saya pinjam uang buat ke malang ambil sisa gaji yang satu bulan lebih belum di bayar, saya harap dibayarkan sama bos. Padahal rumah makan besar tapi yaitu gaji sering telat dan bos sering marah ke kariawan jadi saya gak betah. Padahal dulu saya dan almarhum ibu kalau sama kariawan anti sekali yang namanya marah-marah apalagi sampai ngeluarin kata-kata kasar, takutnya yaitu kalau kariawan pada pergi kan juga repot”
Mungkin saya sudah habis dua atau tiga batang rokok buat ngedengerin curhatan beliau sampai lupa nawarin rokok karna saya tau belau waktu saya awal duduk di situ sedang merokok kretek.
“Pak rokok dulu monggo” sambil saya sodorkan sampurna mild dan koreknya dan belau pun mengambil satu batang dan berterimakasih dengn sopannya.
“Saya mas niatnya kalau sudah ambil gaji di malang niatnya mau ke bali ke tempat teman lama biar kerja di sana saja, jadi apapun saya mau asalkan dapat uang buat makan dan bayar kos. Syukur bisa nabung buat bikin usaha sendiri di surabaya nantinya”
Belau cerita banyak terutama tentang anaknya yang seperti tidak mau menerima keadaan orang tuanya tapi juga tidak mau membantunya sedikitpun. Saya juga tidak ingat banyak apa yang dia ceritakan walaupun pertemuan kami singkat tapi mendengar kisahnya seperti memutar waktu masalalunya.
“Dulu almarhum ibu pernah bilang jangan terlalu berharap banyak ke anak-anak kalau suatu saat kakaknya nurul sudah tidak menggap orang tuanya ya sudah tinggalkan kalau dua duanya sudah tidak menganggap ya sudah tinggalkan semua daripada menjadi beban pikiran, tapi memang benar mas saat ini saya merasakan padahal saya sama orang tua saya tidak seperti itu tapi kenapa sama anak sendiri di siksa begini. Padahal mereka belum sepenuhnya sukses belum punya rumah sendiri belum punya mobil, lha apalagi kalau sudah punya semuanya apa gak jadi keset bapak ini.”
Sampai disinipun saya masih terdiam bingung rasanya ingin sekali ikut mengungkapkan apa yang terjadi dikehudupanku tetapi dalam hati orang lagi curhat malah dicurhatin kan gak enak juga.
“Rencananya mas kalau sudah sampai di bali nanti saya mau ke orang pintar tinggal kasih syarat air putih sama bunga biar saya mudah cari kerja, saya punya kenalan di bali”
Disini saya termenung apa yang sebenarnya terjadi dengan beliau ini apakah dulunya seperti apa? Bingung kan pertanyaanya?
“Anak bapak yang dibali hindu?” Tanya saya ke beliau, sebenarnya saya sudah tau kalau bapak ini islam tapi sebelum saya menanyakan agama apa beliau saya basa basi dulu dengan tanya apa agama anaknya.
“Tidak dia masih islam cuma istrinya yang hindu”
“Lha kalau bapak sendiri islam kan?”
“Ya saya islam mas”
“Apa dulu bapak banyak saingan waktu masih usaha?”
“Wah kalau itu saya sering di sebul mas pernah saya dilaporin sama kariawan ada orang mondar mandir beberapa hari di depan depot tapi tidak beli lantas saya tanya, ngapain disini dia jawab saya cuma disuruh bosku padahal dia disuruh nebarin tanah kuburan, wah pokoknya yang namanya saingan dulu banyak yang begituan”
Sampai disini saya mulai ada pikiran yah, mungkin karena itu atau karena yang lain bapak ini menjadi seperti ini.
“Pak saya mau ke dalem dulu beli roti” Saya reflek berkata seperti dan tanpa pikir panjang saya kedalam indomaret yang saya tuju adalah toilet yah mau gimana lagi. Bukan karena saya mules atau apa bahkan yang tadinya mules jadi batal mules tapi ke toilet buat nulis do’a dan saya taruh beberapa uang di dalam kertas yang berisikan do’a yang saya buat tadi.
Mungkin ada sekitar sepuluh menit di toilet kebetulan di tas ada kertas ada pulpen dan di dompet masih ada uang yang dikasih istriku buat perjalanan.
Saya sisain limapuluh ribu buat beli aqua dan roti-roti buat dimakan nantinya. Selesai nulis dan saya taruh uang dilipatan kertas berisi do’a itu saya kelua dari toilet langsung ke tempat roti dan ke kasir.
Saya juga sempat khawatir kalau tiba-tiba beliau menghilang tapi ternyata masih tetap duduk di depan indomaret.
“Pak ini roti sama aqua ayo kita sarapan bareng apa adanya”
“Wah mas repot-repot makasih mas”
Tanpa basa basi terlalu panjang saya sodorkan kertas yang tadi saya tulis do’a dan saya memberanikan diri menasehati beliau.
“Pak ini kertas isinya do’a yang permintaanya langsung kepada Alloh, semua rejeki maupun musibah itu dari Alloh sang pencipta jadi kita minta ya sama Alloh. Tapi ada syaratnya sampean harus hindari orang pintar, jangan dekati orang pintar lagi saya yakin akan aman. Karena sangat percuma kalau kita masih minta bantuan orang pintar”
Perlahan dia membuka kertas itu dan dia membaca isi dari do’a yang tidak lain hanya bacaan basmallah syahadat dan permintaan kepada Alloh supaya dijauhkan dari bahaya petaka dan balak, sambil membacanya belau sambil menitihkan air matanya.
“Itu yang merah buat bapak, dan harus menerima dengan iklas” Sambil memegang pundaknya seperti memegang pundak sahabat sendiri.
“Jadi mohon di ingat pak kalau bisa ibadahnya di mulai dari sekarang kalau tidak ya yang penting jangan dekati lagi orang pintar”
Beliau hanya mengangguk dan mengiyakan sambil menahan air mata yang memenuhi matanya.
Ya sudah pak saya jadwal kapal sebentar lagi sandar jadi saya harus ke pelabuhan.
Kami berdua akhirnya bersalaman dan berpisah beliau mengucapkan terimakasih dan tetap dipenuhi air mata.
Saya cepat melangkah ke pelabuhan seperti orang yang tidak ada beban sedikitpun.
Mungkin kita harus berjaga jaga dari sekarang bahwa masa tua kita tidak ada yang tau akan seperti apa dan bagaimana.
Dimulai dari menabung dana untuk masa tua atau menabung yang lainya yang bisa berguna untuk masa tua nanti.
Sebagai orang tua pasti akan mendidik anaknya menjadi yang terbaik tapi mungkin lingkungan lebih mempengaruhi seseorang daripada didikan orang tua. Saya menyadari itu karena saya adalah anak urakan yang di didik oleh alam sekitar.
Bukanya saya tidak di didik oleh orang tua tapi memang kenyataanya sejak kelas satu SD sudah di tinggal pergi ayah dan cerai dengan ibu. Ayah masih hidup sampai sekarang tapi menghilang entah kemana tiada kabar, walaupun pernah dapat nomor telfonnya dan pernah komunikasi entah kenapa sekarang nomornya ilang.
Ibu sejak saya kelas enam SD pergi merantau ke malaysia buat cari uang agar saya bisa sekolah sampai menjadi saya yang sekarang yang sudah kerja tentunya.
Jadi memang saya merasa di didik oleh alam oleh mbah dan sedulur dan keadaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu One Ost RF Online 2010

Tidak tau kenapa saya suka dengan lagu dengan judul one yang merupakan lagu dari ost game RF Online. Sebelumnya saya mengetahui lagu ini dari teman saya waktu itu sekitar tahun 2011 yang mana dia adalah pecinta game RF Online. Seluk beluk dari game RF online saja saya kurang begitu mendalami, karena saya kurang begitu suka dengan game pada waktu itu. Saya lebih fokus belajar tentang blogging daripada bermain game online atau semacamnya. Pertama mendengar lagu ini saya spontan suka, dari liriknya mudah dipahami menurut saya yang notabene sangat kurang dalam menguasai bahasa inggris. Dari youtube waktu itu saya pertama mendengar lagu ini yang berjudul one dengan sekaligus video clipnya yang cukup menyentuh hati. Setelah ditelusuri lagu berjudul one ost dari game RF online dinyanyikan oleh Lee So Jung seorang wanita cantik yang juga merupakan artis korea. Lagu Onle Ost RF Online Game Versi video dari youtube : When, I saw you for the first time I knew you were the one.

Mungkin Nanti

Lama sekali rasanya tidak membuka blogger.com malah saya cenderung mebuka sosmed lain yang notabene manfaat tidak terlalu bagus. Bukan karena memang tidak berfmanfaat namun saya sendirilah yang belum bisa memanfaatkan dengan baik. Terutama untuk kebutuhan bisnis atau silaturahmi dengan teman, ketika hanya sekedar membuka instagram dan melihat gambar dan video dari yang mencela sampai ceramah tentu kurang produktif dan membuang buang waktu saja bagiku.  Rasanya ingin sekali terjun full time di dunia blogging tapi sayangnya untuk memulai dari awal lagi kok terassa berat.  Mungkin karena pikiran yang belum siap dan hati yang masih galau atau berbagai faktor x lainya jadi harus seperti ini. Padahal kalau di pikir lebih dalam blogging itu asik dan menghasilkan uang. Sejujurnya menyenangkan tapi tidak mudah dan harus berusaha keras untuk masuk kesitu.

50 Tahun Lagi Mungkin Aku Sudah Tiada

50 Tahun Lagi Mungkin Aku Sudah Tiada. Sebenarnya saya sendiri masih dalam kebimbangan dalam menjalani hidup ini. Walaupun semua yang ada di dunia ini adalah fakta yang nyata namun mereka bilang ini semua fana. Menjadi yang terbaik dalam sebuah kebaikan itu ternyata sulit sekali, walau sekalipun mereka bilang inilah yang terbaik. Jika hidup adalah suatu pilihan dimana kita memilih apapun dari berjuta kemungkinan yang ada, maka sangat perlu berhati-hati sekali dalam menentukan pilihan. Saya pernah mempunyai prinsip dalam menjalani hidup ini yaitu, hidup adalah pilihan maka dari itu saya tidak akan menyesal terhadap apapun pilihan saya. Jika suatu saat pilihan itu salah maka tidak akan mengulanginya. Dan ternyata pilihan yang sepele bisa berdampak besar dikemudian hari. Mungkin akan berdampak besar setelah beberapa tahun yang akan datang, atau mungkin akan lebih cepat, semua itu tergantung pada keadaan yang ada. Jika dulu saya tidak memilih itu mungkin sekarang tid